Cerita I: Melamar Pekerjaan.
Di suatu hari yang menentukan, tiga orang pelamar sedang menjalani wawancara untuk posisi sekretaris di sebuah perusahaan ternama. Momen ini tidak hanya penting bagi karier mereka, tetapi juga memperlihatkan sejauh mana kepercayaan diri dan tekad masing-masing.
Orang pertama yang tiba adalah seorang pria Jawa. Ketika ditanya, “Apakah Anda bisa mengetik?”, ia menjawab dengan nada ragu-ragu, “Coba-coba, Pak.” Meskipun tidak menyatakan dengan pasti bahwa ia mahir, sikapnya menunjukkan kesediaan untuk mencoba, meskipun penuh ketidakpastian.
Orang kedua, seorang pria Batak Toba, datang dengan percaya diri yang tinggi. Meskipun ia tidak memiliki keterampilan mengetik sebelumnya, malam sebelum wawancara ia meminjam mesin ketik dari tetangganya dan berlatih tanpa henti hingga pagi. Ketika ditanya, “Apakah Anda bisa mengetik?”, ia menjawab dengan penuh keyakinan, “Oh, sangat bisa, Pak. Itu gampang bagi saya.” Jawabannya yang tegas dan penuh percaya diri membuatnya terlihat sebagai pribadi yang siap menghadapi tantangan, apapun itu.
Orang ketiga, seorang pria Simalungun, muncul dengan sikap yang berbeda. Ketika ditanya pertanyaan serupa, “Apakah Anda bisa mengetik?”, ia menjawab, “Sedikit-sedikit bisalah, Pak.” Jawabannya menunjukkan sikap hati-hati dalam menilai dirinya sendiri. Ia sebenarnya sudah cukup mahir mengetik, tetapi memilih untuk tidak berlebihan dalam menyebutkan kemampuan. Ia lebih suka menunjukkan kemampuannya melalui aksi ketimbang hanya mengandalkan kata-kata.
Setelah wawancara berlangsung, perusahaan memutuskan untuk memilih pria Batak Toba sebagai kandidat terbaik. Semangatnya yang luar biasa, kepercayaan dirinya, dan kesediaan untuk belajar demi mencapai tujuannya menonjol di antara para pelamar lainnya. Sementara itu, si orang Simalungun merasa kecewa karena tidak berhasil mendapatkan pekerjaan tersebut. Namun, kekecewaannya mengarah pada sebuah pemikiran mendalam: filosofi Batak Toba yang sering ia dengar sejak kecil, “Tole ma marsiajar dibagasan do sude i,” yang berarti, “Belajar di dalamnya semua itu.” Filosofi ini mengajarkan bahwa penting untuk selalu percaya diri dan tidak takut menghadapi tantangan, serta terus belajar sepanjang prosesnya.
Dengan merenungkan hal itu, si orang Simalungun menyadari bahwa perjalanan menuju kesuksesan memang membutuhkan keberanian untuk mengambil risiko dan kesediaan untuk berkembang, bahkan jika itu berarti harus mengubah cara kita menilai diri sendiri. Kini, ia bertekad untuk memperbaiki dirinya dan tidak lagi takut untuk menunjukkan apa yang ia miliki dengan penuh keyakinan.
Cerita II: Meminjam sepeda.
Suatu hari, seorang pria Simalungun pergi ke rumah tetangga untuk meminjam sepeda. Ketika pemilik rumah bertanya, “Eh, kok tumben datang?”, dia menjawab, “Ya, jalan-jalan saja, Pak. Hanya untuk menanya kabar Bapak.” Ia tidak secara langsung meminta sepeda, walaupun sebenarnya itulah yang sangat ia butuhkan. Meskipun si orang Simalungun sudah merasa sedikit malu karena tidak menyampaikan maksudnya dengan tegas, ia tetap duduk dan ngobrol dengan Pak Dudung, sambil menunggu kesempatan.
Sementara itu, seorang pria Batak Toba datang ke rumah yang sama dan langsung menyapa dengan suara tegas, “Pak Dudung! Pinjamlah sepedamu, penting banget ini!” Suaranya yang penuh percaya diri membuat Pak Dudung segera mengizinkan dia untuk mengambil sepeda tersebut.
Setelah pria Batak Toba itu pergi, Pak Dudung bertanya kepada si orang Simalungun, “Ada apa sebenarnya tujuan kedatanganmu kemari dek?” Si orang Simalungun hanya bisa menjawab dengan wajah murung, “Enggak, Pak. Hanya mau jalan-jalan saja.” Meski ia merasa kecewa karena sepeda yang ia ingin pinjam sudah dipinjam oleh orang lain yang lebih berani dan lebih langsung, pengalaman itu mengajarkannya sebuah pelajaran berharga: pentingnya keberanian untuk mengungkapkan maksud dengan tegas.
Cerita ini menunjukkan betapa pentingnya untuk langsung mengungkapkan maksud dan tujuan kita. Filosofi Batak Toba mengajarkan bahwa berani menghadapi tantangan dan tidak ragu-ragu menyampaikan niat adalah kunci untuk meraih apa yang kita inginkan.
Cerita III: Perjalanan menjadi pendeta.
Saya ingin berbagi pengalaman pribadi tentang perjalanan saya sebagai seorang pendeta. Banyak orang berpikir bahwa pekerjaan ini mudah karena hanya berkhotbah dan bernyanyi. Namun, kenyataannya jauh berbeda. Saya merasa sangat gugup menjelang khotbah pertama saya. Selama empat hari sebelum hari itu, saya tidak bisa makan atau tidur dengan normal. Saat berdiri di mimbar, kepala saya terasa sebesar keranjang kol, dan saya hampir tidak bisa berbicara. Saya harus berbicara selama dua puluh hingga tiga puluh menit tanpa ada gagasan yang jelas tentang apa yang akan saya katakan.
Namun, seiring waktu, perasaan gugup ini mulai berkurang. Setiap minggu, ketika saya berkhotbah, saya merasa semakin terbiasa dan percaya diri. Kepala saya tidak lagi terasa sebesar keranjang kol, dan saya bisa lebih fokus pada isi khotbah ketimbang perasaan gugup saya. Setelah tiga bulan pertama, saya sudah mulai merasa lebih nyaman dan percaya diri. Saya dapat mengembangkan cara berkhotbah yang lebih baik dan tidak lagi merasa ketakutan yang berlebihan saat melihat khalayak ramai. Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa banyak pekerjaan baru atau tantangan awal memang terasa menakutkan, tetapi seiring waktu, semuanya akan menjadi lebih mudah. Filosofi Batak Toba, “Tole ma marsiajar dibagasan do sude i,” membantu saya untuk terus maju meskipun merasa cemas. Dengan terus berlatih dan beradaptasi, tantangan-tantangan awal menjadi lebih mudah dan biasa.
Kesimpulan
Ketiga cerita ini memiliki satu pesan yang sama: pentingnya keberanian untuk mencoba dan menghadapi tantangan, bahkan ketika kita merasa ragu atau takut. Baik dalam melamar pekerjaan, meminjam sepeda, atau memulai perjalanan baru dalam karier, sikap percaya diri dan tekad untuk terus belajar sangat menentukan. Filosofi Batak Toba, “Tole ma marsiajar dibagasan do sude i,” mengajarkan bahwa setiap tantangan adalah kesempatan untuk belajar. Jangan biarkan ketakutan menghentikan langkah kita. Ingatlah bahwa dalam setiap langkah, Tuhan selalu menyertai kita, memberikan hikmat dan kekuatan yang kita butuhkan.
Bagi teman-teman, terutama orang Simalungun, penting untuk tidak ragu-ragu dalam bertindak. Percayalah pada kemampuan diri dan selalu berani menghadapi tantangan. Dengan tekad dan semangat belajar, kita pasti bisa mengatasi setiap rintangan dan meraih kesuksesan. Tuhan selalu bersama kita dalam setiap proses yang kita jalani.