Rindu, seperti ombak yang tak henti-hentinya datang dan pergi, menghantam pantai hati yang pernah sepi. Di masa tuaku, saat waktu bergerak perlahan seperti matahari yang terbenam, ada kerinduan yang membuncah di dada. Bukan hanya rindu akan masa-masa muda yang penuh gairah, tapi juga rindu akan teman-temanku yang pernah melayani di Jemaat2 sekitar Simalungun atas. Teman-temanku pdt, yang pernah berbagi cerita, tawa, tangis, dan impian yang besar – kini, seolah hanya ada dalam jejak ingatan yang memudar.
Aku rindu mereka, bukan sekadar sebagai sosok, tetapi sebagai simbol dari masa yang tak bisa kembali. Masa ketika segala hal tampak mungkin, ketika kita berdiri di atas tangga kehidupan dengan pandangan yang penuh harapan. Momen-momen itu kini hidup dalam setiap bayangan yang melintas di pikiranku, seperti potongan film yang terputar dalam diam. Rindu ini adalah kerinduan yang dalam, lebih dari sekadar ingin bertemu. Ini adalah kerinduan untuk merasakan kembali kebebasan dan keluguan yang dulu pernah kita miliki bersama. Namun, aku sadar, waktu tidak bisa diputar ulang, dan masa lalu tak dapat dikunjungi seperti kota yang pernah kita tinggalkan.
Namun, rindu ini tak seharusnya menyiksa. Ia bisa menjadi penopang, seperti angin lembut yang mendorong perahu kita ke dermaga yang lebih aman. Rindu mengajarkan kita untuk menghargai apa yang pernah ada, bukan untuk meratapi apa yang telah hilang. Dalam kerinduan ini, ada keindahan tersembunyi: keindahan akan kenangan yang telah terukir di hati, yang tidak bisa diambil oleh waktu, bahkan oleh usia yang terus bertambah. Saat aku merenungi kerinduan ini, aku menemukan penghiburan dalam satu hal yang pasti: meskipun kita terpisah oleh jarak dan waktu, ikatan yang terjalin di antara kita tidak pernah benar-benar pudar. Seperti benang halus yang menjalin kisah kita, persahabatan yang kita bangun masih kokoh, meski tak selalu terlihat. Setiap tawa yang dulu kita bagi, setiap pelajaran yang kita hadapi bersama, mereka tetap hidup di dalam kita, memberikan kekuatan saat kita menghadapi tantangan baru dalam hidup.
Kini, di usiaku yang tak lagi muda, aku menyadari satu hal penting: rindu bukanlah tanda kelemahan, melainkan tanda bahwa kita pernah benar-benar hidup, bahwa kita pernah merasakan kebersamaan yang begitu tulus. Rindu mengingatkan kita bahwa dalam perjalanan hidup ini, kita tidak pernah berjalan sendirian. Mungkin, aku tidak bisa mengulang masa-masa indah itu, tapi aku bisa membawa semangat dari persahabatan tersebut ke dalam setiap langkahku ke depan. Kerinduan ini bisa menjadi bahan bakar, bukan hanya untuk bertemu kembali, tapi juga untuk menciptakan kenangan baru, untuk terus menjalin hubungan yang bermakna dengan orang-orang yang ada di sekitar kita saat ini.
Jadi, kepada setiap pembaca yang mungkin juga merasakan rindu yang serupa, ingatlah bahwa rindu adalah jembatan yang menghubungkan kita dengan masa lalu, tapi juga pengingat bahwa kita masih memiliki kesempatan untuk menciptakan kebahagiaan di masa depan. Jangan biarkan kerinduanmu hanya menjadi beban, tetapi jadikan ia kekuatan untuk terus bergerak maju, dengan penuh rasa syukur atas setiap kenangan yang telah kita ukir.
Rindu, pada akhirnya, bukan hanya tentang kehilangan, tetapi tentang memiliki—memiliki kenangan yang begitu indah, sehingga kita merasa kehilangan saat mereka tak lagi hadir. Namun, ingatlah, mereka selalu hidup di hati kita, mengiringi setiap langkah, memberikan kekuatan untuk terus menjalani hidup dengan penuh makna.