Di altar suci kau berdiri tegap,
Tangan terlipat dalam doa yang hampa,
Namun hati kecilmu tahu dan meratap,
Bahwa janji kudusmu kini tak berdaya.
Kau sadar kau tak sanggup memimpin, namun tetap bertahan,
Terselip di balik jubah hitammu,
Takut akan hilang kuasa yang kau pegang,
Meski nuranimu menjerit dalam kesunyian.
Kepalsuanmu menggerogoti jemaat,
Iman mereka terkikis oleh dusta-dustamu,
Namun engkau tetap bertahan di puncak,
Mengabaikan panggilan untuk menyerah.
Wahai pemimpin, tidakkah kau mendengar?
Bisikan Tuhan yang lembut namun tegas,
Mengajakmu mundur, memberi ruang bagi yang benar,
Namun ego dan gengsi menutup telinga.
Mundurlah dengan damai sebelum terlambat,
Sebab jiwa yang dipaksakan hanya akan hancur,
Biarkan yang layak maju dan menggantikan,
Agar gereja tetap teguh, tak tergoyahkan.
Di antara bayang-bayang kekuasaan, kau terlena,
Memandang posisi sebagai segalanya,
Namun, apakah itu yang Tuhan kehendaki darimu?
Apakah kau merasa telah selesai, padahal panggilan-Nya belum tuntas?
Pimpinan, jangan biarkan kebesaran dunia menipu hatimu,
Ada ladang lain yang menanti sentuhan tanganmu,
Tempat-tempat yang penuh dengan kebutuhan jiwa yang haus,
Yang tak terlayani karena kau terperangkap dalam ego.
Di luar sana, banyak jiwa yang menanti cahaya,
Pelayanan yang jauh lebih membutuhkan keberanian untuk mengubah,
Bukan hanya posisi, tetapi kehidupan yang terangkat,
Bukan hanya prestise, tetapi kedalaman dalam melayani.
Kau bisa menjadi lentera bagi mereka yang terabaikan,
Di mana tidak ada hirarki, hanya kasih yang sejati,
Mundur dengan penuh hormat bukanlah kekalahan,
Namun sebuah langkah besar untuk meraih kemenangan yang lebih besar.
Ada banyak tempat, banyak jiwa yang menanti,
Tunggu langkahmu yang bijak, bukan karena keterpaksaan,
Biarkan tangan yang dulu memimpin, kini menggapai yang lebih mulia,
Bukan untuk diri sendiri, tetapi untuk umat yang lebih luas.
Beri kesempatan bagi mereka yang lebih siap,
Bagi mereka yang sudah dipersiapkan oleh Tuhan untuk melanjutkan,
Dan lihatlah bagaimana gereja akan berkembang,
Menggapai tujuannya dalam damai, bukan dalam penderitaan.
Hingga saat itu tiba, semoga hatimu lapang,
Untuk menerima kenyataan bahwa kepemimpinan bukan tentang kekuasaan,
Tetapi tentang memberikan ruang bagi kebijaksanaan,
Agar pekerjaan Tuhan terus maju, bahkan lebih indah.
Jangan takut untuk mundur, karena itu bukan akhir,
Tapi awal dari pelayanan yang lebih luas dan lebih mendalam,
Dan di luar sana, banyak yang menanti pengaruhmu,
Yang lebih besar, lebih berarti, dan lebih dalam dari sekadar jabatan.